Yesus dan Marx

Melalui penelusuran titik-titik hubung antara Yesus dari Nazaret, Karl Marx, dan Lenin, Roland Boer menemukan lapisan-lapisan makna bersama yang baru dan lebih kaya antara Alkitab dan komunisme, serta antara teologi dan politik.

Saya bukanlah orang pertama yang membandingkan Yesus dari Nazaret dan Karl Marx. Sebenarnya, saya agak khawatir terhadap perbandingan semacam itu, bukan karena tidak ada titik temu atau kemiripan yang mencolok, tetapi karena mereka yang melakukan perbandingan seperti itu cenderung berasumsi bahwa Yesus adalah sumbernya dan Marx adalah peminjamnya. Jebakan ini sangat mudah untuk terjadi, karena Yesus dari Nazaret sudah hidup sekitar 1800 tahun lebih sebelum Marx. Namun, prioritas temporal tidak selalu berarti prioritas logis, politis, atau ontologis. Dengan kata lain, alih-alih mengasumsikan bahwa agama menyediakan sumber absolut dari ide-ide dan praktik-praktik, agama sebenarnya hanyalah satu kode, satu bahasa untuk mengekspresikan ide-ide ini. Politik mungkin menyediakan bahasa yang lain, filsafat yang lain, dan seterusnya.

Kemampuan penerjemahan ini memiliki sejumlah konsekuensi, yang dapat saya sebutkan dua di antaranya. Pertama, klaim absolut dari setiap bahasa menjadi hilang dan menjadi relatif satu sama lain. Kedua, terjemahan hanya tumpang tindih sebagian, karena kecocokannya tidak pernah lengkap. Mereka memiliki beberapa elemen ide yang sama, tetapi elemen lainnya berada di luar tumpang tindih. Dengan demikian, dalam setiap kasus, makna dalam satu bahasa melampaui istilah yang diterjemahkan dalam bahasa lain. Situasi ini mengarah pada pengayaan ide1 yang dimaksud, tetapi juga pada potensi kerugian saat ide tersebut berpindah dari satu bahasa ke bahasa lain. Dengan pemikiran-pemikiran awal ini, saya ingin mengeksplorasi lima titik hubung, lima istilah yang dapat diterjemahkan antara Yesus dari Nazaret dan Karl Marx.

Boer-2020-PB

Roland Boer adalah profesor di Fakultas Filsafat, Universitas Renmin, Beijing.

Dari Setiap … Untuk Setiap …

Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat (Matius 25:15)

dan ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing (Kisah Para Rasul 2:45)

Dari masing-masing sesuai dengan kemampuannya, untuk masing-masing sesuai dengan kebutuhannya! (Marx, Kritik terhadap Program Gotha)

Inti dari komunisme Kristen dan komunisme Marxian adalah ajaran dasar ini: bahwa kita harus berkontribusi sesuai dengan kemampuan kita dan menerima sesuai dengan kebutuhan kita. Cukup sederhana dalam perumusannya, namun sangat sulit untuk dipraktikkan. Kelompok-kelompok komunis Kristen masih ada hingga saat ini di berbagai belahan dunia (lihat, misalnya, http://www.basisgemeinde.de), dan prinsip-prinsipnya dapat diuraikan dengan cukup mudah: kepercayaan yang sama akan kebangkitan Kristus; hidup bersama; komunisme barang dan produksi, dengan hasil dari produksi dialokasikan ke seluruh komunitas sesuai dengan kebutuhan. Sering kali makan bersama, meskipun ruang pribadi tetap diakui. Semua ini didasarkan pada perkataan Yesus dan penggambaran komunisme Kristen awal dalam Kisah Para Rasul 2 dan 4.

Komunisme Marxian pada awalnya berusaha untuk mendefinisikan dirinya sendiri sebagai lawan dari komunisme Kristen dengan menyatakan bahwa komunisme Kristen hanya berkaitan dengan komunisme konsumsi. Dengan hanya menjual properti dan mendistribusikan kembali kekayaan, seperti dalam Kisah Para Rasul 2 dan 4, mereka sama sekali tidak mengubah sistem, seperti yang dikatakan oleh Karl Kautsky dan Rosa Luxemburg. Oleh karena itu, komunisme Marxian akan mengambil langkah selanjutnya dan menjadikan alat produksi komunal-bersama dengan konsumsi. Namun, sejak saat itu, komunis Kristen telah merespons dengan menekankan perlunya produksi komunal juga.

Kepemilikan Pribadi

Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah (Matius 19:24; lihat juga Markus 10:24 dan Lukas 18:25)

Teori Komunis dapat diringkas dalam satu kalimat: Penghapusan kepemilikan pribadi (Manifesto Partai Komunis)

Kritik pedas terhadap kepemilikan pribadi yang kita temukan di firman Yesus sangat terkenal. “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” kata-Nya kepada orang kaya yang menanyakan rahasia kehidupan kekal (Markus 10:21; Matius 19:21; lihat juga Lukas 12:33). Lagi dan lagi, kita menemukan polemik tentang harta benda, yang mana kepemilikannya dianggap sebagai suatu kejahatan dan sebagai penghalang besar untuk masuk ke dalam kerajaan Allah. Yesus lebih menghargai kesederhanaan daripada kemewahan dan melupakan pengaruh dan kekuasaan yang datang dari kekayaan. Singkatnya, segala sesuatu tentang Dia bertentangan dengan nilai-nilai yang mendalam dari kelas-kelas yang memiliki harta benda Helenistik. Dalam kata-kata karya magisterial G.E.M. de Ste. Croix, Perjuangan Kelas di Dunia Yunani Kuno, “Saya tergoda untuk mengatakan bahwa dalam hal ini, pendapat-pendapat Yesus lebih dekat dengan pendapat-pendapat Bertholt Brecht daripada pendapat-pendapat yang dipegang oleh beberapa Bapa Gereja dan beberapa orang Kristen pada masa kini.”

Marx sampai pada kesimpulan yang sangat mirip melalui jalan yang berbeda. Bagi Marx, kepemilikan pribadi muncul dalam konteks kerja-upahan yang teralienasi, di mana para pekerja menjual tenaga mereka kepada orang lain untuk membuat produk yang bukan milik pekerja. Produk-produk ini menjadi komoditas yang kemudian dijual untuk menghasilkan keuntungan bagi mereka yang tidak bekerja. Kita perlu mengingatkan diri kita sendiri bahwa pengangguran bagi Marx bukanlah mereka yang berada di bagian bawah tumpukan ekonomi, tetapi mereka yang berada di bagian atas, para kapitalis yang tidak bekerja tetapi menghasilkan kekayaan dari mereka yang bekerja. Di banyak tempat, Marx berbicara tentang buruh-upahan sebagai sesuatu yang tidak lebih baik daripada budak – yang membawa kita kembali pada kritik terhadap properti dalam Injil.

Dari Bawah

Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu, dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir (Matius 20:16; lihat juga Markus 10:31 dan Lukas 13:30)

Kesimpulan teoritis dari kaum Komunis … mengungkapkan, secara umum, hubungan-hubungan aktual yang muncul dari perjuangan kelas yang ada, dari gerakan historis yang terjadi di depan mata kita (Manifesto Partai Komunis)

Marx terkenal karena mengadvokasi sejarah “dari bawah”, dari sudut pandang kelas pekerja, kaum miskin, orang-orang biasa yang tidak hanya menunjukkan kemampuan luar biasa untuk mengambil inisiatif, tetapi juga merupakan penggerak utama sejarah. Petani, budak, hamba sahaya, orang-orang yang dijajah, pekerja – mereka ini dan banyak lagi adalah penyebab nyata dari apa yang terjadi di dunia. “Orang-orang besar” – yang sering kali menjadi fokus sejarah dan politik – terus berusaha menanggapi penyebab nyata ini. Mereka mungkin berusaha untuk mengekspresikan keinginan mereka yang terdalam, tetapi lebih sering mereka mencoba untuk membatasi tuntutan radikal dari orang-orang biasa.

Dalam Injil, Yesus ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang-orang yang hina dan terbuang dalam masyarakat – pelacur, pemabuk, “orang berdosa”, dan sebagainya. Mereka adalah “yang kecil” (Matius 10:42; 18:6-14; Markus 9:42; Lukas 17:2), “yang terkecil” (Matius 25:40-5), “yang terakhir”. Dalam perombakan menyeluruh dari “kerajaan Allah”, mereka adalah orang-orang yang akan dibangkitkan dan diangkat terlebih dahulu. Sudut pandang yang berbeda tentang pendekatan dari bawah ini dapat ditemukan dalam analisis spasial. Palestina pada masa Yesus diatur dalam istilah polis dan chora. Yang pertama menunjuk pada kota Helenistik, dengan arsitektur, bahasa, budaya, agama, dan praktik-praktik Yunani. Polis adalah lokasi kekuasaan, kekayaan, kelas penguasa dan tentara penjajah Romawi. Sebaliknya, chora adalah daerah pedesaan di sekitar kota. Di sini bahasanya adalah bahasa Aram, budayanya adalah budaya Palestina, dan desa-desanya beroperasi sesuai dengan praktik-praktik pertanian komunal yang telah teruji dan tepat. Chora juga miskin, terlalu banyak bekerja dan hidup di ambang kelaparan, karena polis mengambil semua kebutuhannya dari chora, terlepas dari apakah chora dapat melakukannya tanpa mempengaruhi penghidupannya sendiri. Apa yang terlihat dari kisah-kisah Injil adalah bahwa seluruh perhatian Yesus tertuju pada orang-orang di chora. Selain dari perjalanan terakhirnya ke Yerusalem, Ia dengan berhati-hati menghindari orang-orang polis. Ini adalah kepedulian yang sangat konsisten dengan mereka yang berasal dari kalangan bawah.

Metanoia

Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa untuk metanoia (Lukas 5:32)

Para filsuf hanya menafsirkan dunia dengan berbagai cara; intinya adalah mengubah (verändern) dunia (Tesis tentang Feuerbach)

Di sini tampaknya ada jurang pemisah yang besar antara Yesus dan Marx. Cara tradisional untuk menerjemahkan kata metanoia dalam bahasa Yunani adalah “pertobatan”. Mengingat cara “pertobatan” telah ditafsirkan dan dibingkai oleh gereja, Yesus di sini tampaknya mengacu pada kebutuhan “orang berdosa” untuk mengakui “dosa-dosa” mereka dan mulai menjalani kehidupan yang benar. Pertobatan menjadi sebuah tindakan individu di mana seseorang berpaling dari kebejatan, pesta pora—kemeriahan, ketidakjujuran, dan kesenangan hidup untuk kembali kepada Tuhan. Hal ini tampaknya jauh dari pengertian transformasi sosial, politik dan ekonomi yang terkandung dalam tesis Marx yang terkenal yang saya kutip di atas.

Mari kita lihat kembali teks Alkitab ini, karena penafsiran individual dari orang-orang Kristen evangelis modern jauh dari kebenaran. Ingatlah bahwa “orang-orang berdosa” sebenarnya adalah mereka yang ditolak oleh masyarakat, “orang-orang kecil” di mana Yesus merasa betah. Mereka ditolak oleh orang-orang yang menyebut diri mereka “orang benar”, yakni orang-orang yang dikritik, dikutuk, dan dihindari oleh Yesus. Tetapi bagaimana dengan metanoia? Makna dasarnya adalah perubahan pikiran, atau lebih tepatnya perubahan eksistensi, perubahan total dalam hidup – singkatnya, transformasi menyeluruh yang dimulai dari bawah. Sekarang makna dari yang terakhir menjadi yang pertama, dan yang pertama menjadi yang terakhir, menjadi agak berbeda. Di sini, kata-kata Maria juga memiliki resonansi politis yang lebih dalam: “Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah” (Lukas 1:52). Kita telah mendekati revolusi Marx, kecuali revolusi yang diusulkan oleh Yesus mencakup revolusi agama.

Mukjizat Bisa Terjadi

Maka kata-Nya kepada perempuan itu: ”Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!” (Markus 5:34)

Dalam beberapa hal, revolusi adalah mukjizat (Lenin)

Untuk poin yang terakhir, saya ingin sedikit provokatif dan mempertemukan Yesus dan Lenin dalam hal mukjizat (keajaiban). Seperti yang diketahui, Injil penuh dengan penyembuhan (untuk kebutaan, ketulian, kepincangan, kusta, dan aliran darah), pengusiran setan, dan mukjizat yang dilakukan oleh alam itu sendiri dengan cara yang unik. Yang kurang terkenal adalah fakta bahwa Lenin sering menggambarkan revolusi sebagai mukjizat atau keajaiban. Namun, apa yang dimaksud Lenin dengan mengatakan bahwa revolusi adalah sebuah mukjizat?

Pertama, mukjizat bukanlah, dalam istilah yang berasal dari Hume, sebuah peristiwa yang tidak dapat dijelaskan menurut “hukum” alam, dan juga bukan momen atau peristiwa yang mengubah koordinat keberadaan. Sebaliknya, mukjizat adalah sebuah titik hubung antara dua dunia yang tampaknya tidak dapat dibandingkan. Dalam istilah teologis, mukjizat adalah persentuhan antara langit dan bumi, atau momen ketika transendensi dibengkokkan menuju imanensi. Dalam Injil, mukjizat terjadi ketika surga menyentuh bumi, atau, lebih tepatnya, ketika bumi menarik surga ke tingkatnya. Bagi Lenin, dua dunia bukanlah langit dan bumi, melainkan yang diharapkan dan yang tidak diharapkan. Tak peduli seberapa banyak orang mencurahkan perhatiannya pada organisasi dalam persiapan revolusi, baik dalam hal struktur partai, organ publisitas, propaganda, keterlibatan parlemen, agitasi di jalanan, atau pelatihan militer, momen revolusi yang sebenarnya pasti terjadi tanpa peringatan sebelumnya, percikan api yang berubah seketika menjadi kobaran api.

Setelah revolusi tahun 1917, penggunaan “mukjizat” sebagaimana Lenin di atas semakin sering digunakan. Pemerintah baru dihadapkan pada tantangan yang mustahil. Mereka diserang secara sistematis oleh tentara “kulit putih”, yang didukung oleh konsorsium internasional (Inggris, Prancis, Amerika Serikat, Jepang, dll.). Negara ini hancur setelah Perang Dunia I, dalam hal industri, transportasi, dan produksi biji-bijian. Dan pemerintah baru berusaha membangun tatanan sosial, politik, dan ekonomi yang baru. Dalam konteks ini, Lenin berbicara berulang kali tentang mukjizat, tentang “mukjizat organisasi proletar,” tentang mukjizat “tanpa paralel”. Dia tidak segan-segan menunjuk seseorang sebagai “pembuat mukjizat”, seperti Miron Konstantinovich Vladimirov, Komisar Militer Luar Biasa Kereta Api. Jika dia bisa, dalam menghadapi kekurangan material yang kronis “melakukan mukjizat” dengan memperbaiki dua jalur kereta api, bukan satu, dia “benar-benar akan menjadi pekerja mukjizat.” Semuanya dapat disimpulkan: “Sejarah revolusi proletar kita penuh dengan mukjizat- mukjizat seperti itu.” Di sini kata “mukjizat” telah diperkaya ke arah yang tak terduga.

Bersama Kembali

DARI MASING-MASING SESUAI DENGAN KEMAMPUANNYA, UNTUK MASING-MASING SESUAI DENGAN KEBUTUHAN; KRITIK YANG BERKELANJUTAN TERHADAP KEPEMILIKAN PRIBADI; MEMAHAMI DUNIA DARI BAWAH, DARI SUDUT PANDANG ORANG-ORANG BIASA YANG MERUPAKAN PEMBUAT SEJARAH YANG SESUNGGUHNYA; POTENSI RADIKAL DARI METANOIA; TERJEMAHAN POLITIS MUKJIZAT SEBAGAI REVOLUSI ITU SENDIRI. SAYA TELAH MENYARANKAN AGAR DALAM SETIAP KASUS KITA MENEMUKAN TITIK HUBUNG ANTARA YESUS DAN MARX (DAN LENIN). HUBUNGAN TERSEBUT MEMICU SERANGKAIAN LAPISAN MAKNA YANG BARU, YANG DIMUNGKINKAN OLEH PENERJEMAHAN ISTILAH-ISTILAH ANTARA ALKITAB DAN KOMUNIS, ANTARA TEOLOGI DAN POLITIK. DAN KEDUANYA MENJADI LEBIH KAYA KARENANYA.

Tulisan ini sebelumnya diterbitkan di Culture Matters dengan judul Jesus and Marx. Diterjemahkan dari bahasa Inggris dan diterbitkan ulang di sini sebagai pembelajaran.

Untuk kritik serta saran yang membangun, silakan tulis di halaman kontak.

Baca buku tentang Marx

  • Marx-Biografi Intelektual dan Politik-FCover
    Original price was: Rp142.000.Current price is: Rp138.000.
    3% off!
  • Karl-Marx-Biografi-Politik-dan-Perkembangan-Pemikiran_David-Fernbach-FC
    Original price was: Rp68.000.Current price is: Rp65.960.
    3% off!
  • Penemuan-Kembali-Marx-Marcello-Musto-FC
    Original price was: Rp90.000.Current price is: Rp87.300.
    3% off!
  • Membaca-Kembali-Marx-di-Era-Kapitalisme-Digital-Christian-Fuchs-FC
    Original price was: Rp90.000.Current price is: Rp87.300.
    3% off!
  • the communist manifesto

Catatan

  1. Penambahan ide atau makna, sehingga ia menjadi lebih kaya dari ide atau makna asalnya—tambahan oleh penerjemah.

Share your thoughts

Open chat
Tanyakan sesuatu!
Lal Salaam!
Tanyakan sesuatu. Kami adalah manusia sungguhan.