Description
Sampai hari ini sudah lebih dari 40 tahun lamanya hak Syarkawi Manap, hak yang menyertai kelahirannya sebagai dan menjadi anak bangsa, dicerabut dan dirampas secara tidak senonoh oleh rezim otoriter yang dikepalai oleh seorang bekas serdadu kolonial Belanda yang dengan berdarah-darah membantai berjuta-juta bangsanya sendiri merebut kekuasaan. Lalu secara tidak sah menganiaya dan menista Presiden Soekarno sampai wafat dan memasang “gembok” di mulut rakyat bahkan lebih dari itu. Para muda yang cinta bangsa ditiadakannya, seperti Wiji Thukul, Marsinah, dan lainnya.
Nyaris dua pertiga umur Syarkawi Manap hidup bagaikan pengembara tanpa identitas kebangsaan yang sekaligus memupus hak bertanah-air yang melekat padanya sejak kelahirannya. Padahal dia berangkat ke negeri orang untuk menuntut ilmu dan menimba pengalaman yang akan dibawa pulang untuk bangsa dan negerinya seizin dan perkenan dari pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Soekarno ketika itu. Dan lebih dari itu, seperti banyak sesamanya yang juga terpaksa bermukim di negeri orang, di masa remajanya sebelum berangkat, telah berbuat dan melakukan hal-hal yang baik dan memihak rakyat, pada kaum buruh, kaum tani, kaum muda, dan kaum miskin pada umumnya. Pada kaum dhuafa.
Kisah Perjalanan menyajikan dan memperkenalkan kejadian-kejadian yang dialami dan dijalani secara lurus dan benar. Suka dan derita yang bergantian menyapa dan menimpa. Sampai pada kejadian asmara yang menjeratkan kasih-sayang di pedusunan Birma (sekarang Myanmar) pada seorang gadis jelita dan bermuara pada pernikahan yang sekarang telah menjadikan Syarkawi Manap seorang ayah dari Nila Utama dan Stella Kusuma yang dianugerahkan istrinya bernama Salwiana. Ketika yang dinamakan Revolusi Kebudayaan di Tiongkok belum reda, jatuh cinta pada waktu itu dianggap sebagai berbuat kesalahan.
Kisah Perjalanan mengisahkan perjalanan yang amat panjang yang melintasi tiga benua, Amerika tepatnya Kuba, Eropa (Moskow, Praha), dan Asia (Tiongkok, Birma, dan Vietnam). Dan jumlah rombongan dalam perjalanan itu berubah-ubah antara beberapa sampai lebih dari sepuluh orang yang kesemuanya telah dicerabut dan dirampas haknya sebagai dan menjadi warga negara dari negara dan bangsanya sendiri yang tak pernah dirugikan apalagi dikhianatinya. Rombongan itu pada akhirnya tersebar di beberapa negara Eropa seperti di Belanda, Swedia, Jerman, dan Perancis.