Oleh Samsul Wahab*
Novel kecil yang bisa dibaca selesai dengan sekali duduk ini bercerita mengenai kisah cinta seorang biasa bersama seorang tak biasa dan, tentang para manusia lain yang tak biasa seperti pasangan orang biasa itu tadi. Dari situ, setidaknya diriku yang butuh kisah cinta ini, akan berpeluang besar mengatakan: ah ini kisahku banget! Bedanya, aku memang selalu mengagumi orang (yang aku anggap) tak biasa hanya tak lekas berpasangan dengan orang (yang aku anggap) tak biasa itu. Jangan salah kira, kisah cinta seorang biasa dengan orang tak biasa ini, bebas dari kisah cinta semacam babu jawa dengan tuan kaya dari Jakarta. Setidaknya lagi, model gaya berkisah cinta bertambah satu meski hanya sebatas terinspirasi.
Kisah cintanya sebetulnya relatif singkat dan sederhana, dua sejoli yang saling mensubsidi (semata-mata hanya karena berbeda, yang satu biasa yang satu tak biasa) tersebut mengawali hubungan kasih dengan dua buah kardus di sebuah kamar, yang harus dipilih, karena yang satu bertuliskan teman dan satunya lagi pacar. Namun, sebelum menuju lokasi itu, sempat terjadi adegan yang ternyata tidak cukup sensual; si tokoh tak biasa sedang melucuti pakaian si biasa hingga lucut sama sekali, berlanjut dengan dilucutinya lagi kulit si biasa, lalu jaringan sarafnya, lantas mengangkat tulang rusuknya, dan mengambil jantungnya yang berdenyut. Ternyata masih ada bagian lagi di dalam jantung si biasa, yaitu kotak timah kecil berkarat yang setelah dibuka membuat si tak biasa merasa benar-benar jatuh cinta. Cinta mereka begitu sejati sehingga sales penyedot debu hingga gembel yang hendak mengejek cinta sejati itu sebetulnya tidak ada di dunia ini tak mampu meruntuhkannya. Singkatnya mereka menikah, dan tepat di saat pesta pernikahan, masalah terjadi. Permasalahan itu serius, dan berlangsung selama berbulan-bulan dan mengancam hancurnya cinta sejati di antara mereka, yang ditentukan di menit-menit terakhir pada sebuah perjalanan udara yang mana banyak membuat mereka melamun.
Samsul Wahab adalah seorang pegiat literasi di komunitas Dul Wahab School Pare. Jika ada panggilan, maka bisa ngajar jadi tutor untuk IPS SMP/Sosio SMA. Punya komunitas bernama Lare Pare Berkebun, terkadang juga berdendang bersama grup musik folk minimalis, Gayung Bersambut. Lebih suka disebut fasilitator pendidikan dan pengembangan komunitas. Kini sedikit beraktivitas di Perjamuan Buku sebagai Little Father.
Alih-alih FTV, referensi cerita yang bisa aku rekomendasikan untuk dibandingkan ialah film seri Kera Sakti atau Journey to The West. Kera Sakti setidaknya berisi satu orang biasa yaitu seorang biksu dan tiga murid tak biasanya. Kalau kau sebaya denganku dan berhiburan televisi tabung setelah pulang sekolah dasar, maka kita telah menontonnya di stasiun televisi swasta waktu tahun-tahun 2000an, sama dengan era ketika Andrew Kaufman dan kawan-kawannya menulis dan menerbitkan buku ini. Asumsi kecilku lantas bilang, apakah tahun tersebut orang-orang begitu menggemari manusia tak biasa secara bersama-sama? Maksudku, bukan sekadar superhero.
Bedanya, film seri itu dengan buku ini adalah pada cara menyebut manusia tak biasanya, yaitu yang satu Siluman yang satu Jagoan Super. Sepanjang cerita, manusia-manusia tak biasa itu senantiasa hadir sebagai tokoh atau karakter yang merepresentasikan hal unik, cobaan, dan mungkin sisi lain diriku dan dirimu. Bedanya lagi, Kera Sakti berasal dari mitologi Tiongkok, sedang Semua Temanku adalah Jagoan Super lebih dekat pada kehidupan kita sebagai orang kota yang dipenuhi karakter, kecenderungan, hingga selera yang aneh-aneh (yang selanjutnya mungkin juga bisa disebut mitos sih), Para Jagoan Super itu kebanyakan memiliki nama depan ‘Si’, ya semacam Si Paling Si Paling lah. Barangkali kita temui Si Paling versi kita di sana.
Aku beri bocoran beberapa dari daftar ratusan jagoan super itu, ada Si Sitkom yang selalu suka memberikan penjelasan pada masalah yang dihadapi melalui ilustrasi series sitkom. Ada juga sosok dokter bedah (betulan, fisik) spesialis sakit hati (karena cinta, bukan biologis). Lalu juga ada Si Waktu yang mampu melakukan perjalanan waktu, ada Si Hipno yang bisa menghipnotis dirinya sendiri dan membuat sadar diri kembali namun tak mampu menghipnotis orang biasa, ada Si Wajah yang saking cantiknya tak dapat dilukis di atas kanvas dan ironisnya kanvas kosong itu sendiri yang mampu merepresentasikan kecantikannya.
Aku lanjutkan sedikit lagi, ada Si Minggu yang mampu membuat setiap hari terasa menjadi hari minggu yang hanya dibedakan pagi dan sorenya saja, ada lagi jagoan super yang kekuatannya adalah mengumpat, terus ada juga Super Labil yang mampu memiliki suasana hari yang sangat cepat berubah bahkan dalam satu kali percakapan, hingga yang bisa aku contohkan adalah ada seorang jagoan super terkuat yaitu seorang yang selalu mampu membereskan urusan domestik seperti melipat baju, membuang pulpen yang tintanya habis, dan menjemur handuk basah.
Okay, dari yang aku bocorkan apakah udah mulai bersimpati atau berempati pada salah satunya?
Tokoh-tokoh aneh itu memang banyak diceritakan, namun seakan-akan bukan itu intinya. Berbagai macam asumsi akan muncul, tepat seperti yang temanku bilang, “kau akan mendapatkan sudut pandang dan hal yang berbeda tiap selesai membaca buku itu lagi dan lagi”. Dan seorang temanku itu memang seorang penjual buku biasa. Aku mendapati, bahwa memang buku itu terlihat selalu baru dan aku telah membacanya dua kali untuk membuktikan omongan temanku itu. Di lain kesempatan, temanku itu sepertinya tertarik untuk menjadikanku sebagai partner berjualan buku.
Aku sendiri tergelitik pada salah satu bagian, di sana ada cuplikan menarik yang akan menjadikan kita sedikit terhenyak, yang intinya kalau aku boleh menggunakan kata-kataku sendiri demikian; saat kita mencintai dan memiliki masalah, sangat mungkin kita tak terlihat oleh orang yang bermasalah dengan kita itu, namun ada lho orang yang tak tampak oleh semua orang dan bisa saja tak dipedulikan sama sekali bahkan dianggap wajar, dan naasnya lagi kita menganggap masalah pada diri kita paling menderita saat itu.
Masih seperti kata temanku yang bukan jagoan super karena ini di kehidupan nyata, asumsi itu akan beranak pinak, mencoba mendedah ‘kode’ super yang ada. Memiliki kekuatan jagoan super bukannya akan menjadikan kehidupan menjadi lebih layak, misalnya seperti kekuatan babi ngepet yang tidak ada di cerita, jagoan super justru tunduk pada pada satu kekuatan besar, seperti siluman yang takut pada kekuatan kebaikan dalam keyakinan Buddha di film seri Kera Sakti. Para Jagoan Super harus tetap bekerja sebagai kurir sepeda, bersiap-siap di pagi hari, membenarkan tali sepatu saat tiba-tiba lepas, lalu ditinggalkan pasangan karena memperlakukannya dengan tidak baik. Mereka bukannya memiliki lawan berupa penjahat super, malah berkonflik secara horizontal dengan sesama jagoan super atau setidaknya mereka semua memiliki potensi secara sporadis saja tak pernah bersatu. Para jagoan super itu semuanya bisa dihipnotis, ironisnya tidak bagi orang biasa, tentu oleh si Hipno.
Di antara para jagoan super seperti menganggap kekuatannya sebagai kutukan bukannya anugerah, sehingga begitu mendambakan untuk menjadi orang biasa. Dan bagi mereka justru orang biasa non-jagoan superlah yang super dan keren. Bersyukurlah, bahwa di sini, kita yang merasa biasa meski di tengah-tengah jagoan super yang raksasa dan kita yang kerdil sedikit diunggulkan, dan kisahnya barangkali banyak yang cinta, karena saking biasanya. Namun, bagaimanapun kisah cinta adalah kisah cinta, entah orang biasa maupun jagoan super, semua merasakan sakitnya, merasakan rindu lama.
Baca buku terkait
Semua Temanku adalah Jagoan Super
Original price was: Rp58.000.Rp55.680Current price is: Rp55.680.4% off!