Description
Yang paling menarik perhatian saya dari tulisan-tulisan Bung Siauw adalah komitmen Bung Siauw terhadap rule of law. Tulisannya bersandar atas Indonesia sebagai negara hukum. Sekilas, hal ini tidak memerlukan sorotan apa-apa. Penegakan hukum sering dianggap sebagai topik yang membosankan dan kuno, sesuatu yang sebenarnya lebih baik dibahas oleh orang-orang konservatif yang berhubungan dengan kegiatan hukum dan ketertiban. Akan tetapi dalam konteks Indonesia di mana penegakan hukum merupakan pengecualian, ia adalah sebuah masalah yang penting dan mendesak.— John Roosa
Pak Siauw selama dalam penjara menjadi ilmuwan sosial, mewawancarai berbagai tahanan dan melakukan analisa sekitar Peristiwa G30S. Catatan-catatan, kumpulan cerita yang didapatkan Pak Siauw dalam penjara Salemba, RTM, dan Nirbaya dari wawancara dengan para tahanan di situ, ternyata menjadi bahan dasar dari tulisan John Roosa dalam bukunya Dalih Pembunuhan Massal. Karena catatan-catatan dan cerita-cerita dari percakapan para tahanan yang diwawancarai itu merupakan bahan yang lengkap dan meyakinkan, mengungkap banyak hal, termasuk Biro Khusus, siapa saja yang berperan di situ.— Asvi Warman Adam
Siauw Giok Tjhan adalah korban kejahatan negara yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto. Sebelum Peristiwa G30S, ia adalah Ketua Umum Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia), anggota DPRGR, MPRS, DPA, Dewan Harian Angkatan 45.
Ia ditahan oleh pemerintah Soeharto dari November 1965 hingga Agustus 1978. Ketika di-“kembalikan ke dalam masyarakat”, KTP-nya memiliki predikat ET (eks-tapol). Selama berada dalam tahanan ia berjumpa dan berdiskusi dengan banyak tapol lain yang langsung dan tidak langsung terlibat dalam G30S. Dari diskusi-diskusi inilah ia membuat berbagai analisa tentang G30S yang ia tuangkan dalam berbagai catatan. Ia pun kerap memberi penjelasan tentang G30S ke beberapa kelompok pemuda di Eropa dan pembicaraan-pembicaraan ini direkam. Buku ini adalah penyuntingan dari gabungan catatan dan rekaman Siauw Giok Tjhan tentang G30S.
Ia menyimpulkan bahwa G30S adalah rekayasa politik untuk menghancurkan PKI dan konsep persatuan politik yang dicanangkan oleh Soekarno, Nasakom (nasionalis, agama, dan komunis). Sebuah rekayasa politik yang kemudian didukung oleh blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat untuk mengeruk kekayaan alam Indonesia.
Ia yakin bahwa G30S tidak melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno. Yang melakukan kudeta secara bertahap dan melakukan kejahatan negara adalah Jenderal Soeharto. Kejahatan negara berbentuk pembunuhan massal, penangkapan massal, dan persekusi massal yang terburuk di dunia setelah Perang Dunia II. Kejahatan negara yang melanggar hukum, melanggar Pancasila, dan melanggar HAM.