
2025 dibukan dengan krisis yang semakin dalam. Mulai dari melonjaknya harga kebutuhan pokok. Naiknya pajak secara ugal-ugalan. Alokasi-alokasi anggaran pemerintah yang tak masuk akal untuk pembangunan kapitalis yang berorientasi laba. Serta reformasi sejumlah kebijakan yang mengarah pada pelemahan gerakan sipil, perluasan kemiskinan, dan perusakan alam. Setengah tahun terakhir, kita kemudian memanen krisis yang lebih dalam lagi. Keracunan massal. Represifitas pengetahuan, politik dan budaya. Penangkapan sejumlah aktivis gerakan. Penyitaan buku-buku bacaan. Hingga berbagai bencana alam yang diakibatkan oleh aktivitas industri kapitalis yang telah lama dilakukan, terjadi tanpa peringatan, persiapan dan penanggulangan yang berarti.
Kami telah memilih beberapa buku untuk membaca kembali dan belajar dari tahun 2025. Semua peristiwa yang terjadi, masih berpotensi untuk terulang di tahun-tahun selanjutnya. Bahkan lebih parah dan, untuk mengatasinya kita perlu mengetahui kondisi objektifnya. Ya. Dimulai dari membaca. Bahkan jika membaca itu dilarang.
Berikut, tahun 2025 dalam 20 buku:
Buku Kebohongan Kemakmuran Global karya Seth Donnelly berupaya untuk menguliti kepalsuan di balik angka statistik. Donnelly memaparkan bagaimana institusi keuangan global, khususnya Bank Dunia, membingkai ulang kemiskinan ekstrem sedemikian rupa sehingga dunia tampak lebih makmur daripada yang sebenarnya. Bagi pembaca Indonesia, kritik ini terasa relevan, sebab fenomena serupa terjadi di negeri ini: garis kemiskinan resmi pemerintah, meski dihasilkan melalui metode yang terdengar ilmiah, kerap kali terlalu rendah sehingga menghapus jutaan orang yang sesungguhnya hidup dalam kemiskinan dari laporan resmi pemerintah.
Ditulis berdasarkan wawancara, pengamatan di ruang sidang, bocoran dokumen-dokumen, dan berkas-berkas kepolisian, karya Matt Easton ini menelusuri salah satu konspirasi pembunuhan paling dramatis di Indonesia. Dengan menarik kronologi dari masa muda Munir dan Suciwati, kasus Marsinah, 27 Juli, penculikan aktivis, penembakan Semanggi, lahirnya aksi Kamisan, hingga hasil akhir pengadilan kasus Munir dan kesudahannya, kita akan membaca sejarah upaya penegakan HAM yang tak henti- hentinya diperjuangkan di Indonesia.
Drexler menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah mengalami reformasi politik sejak 1998, warisan kekerasan Orde Baru tetap hidup melalui propaganda, praktik birokratis, dan narasi sejarah resmi yang kuat secara afektif. Infrastruktur ini tidak hanya melindungi pelaku dan institusi, tetapi juga terus mencemarkan korban lintas generasi.
Buku ini menelusuri bagaimana pengungkapan kebenaran, kesaksian penyintas, serta upaya keadilan transisional—mulai dari investigasi resmi, pengadilan HAM, hingga advokasi publik—sering kali gagal menggoyahkan impunitas. Sebaliknya, dokumen, film, dan praktik advokasi justru berhadapan dengan narasi negara yang lebih kokoh dan berumur panjang.
Guy Montag adalah seorang pembakar buku. Di dunianya, di mana literasi berada di ambang kepunahan, regu pembakar bertugas menghancurkan barang yang paling ilegal, yaitu buku cetak, bersama dengan rumah-rumah tempat buku tersebut disembunyikan. Namun, suatu hari dia bertemu dengan seorang gadis aneh yang membuatnya mulai bertanya-tanya apakah kehidupan yang dijalaninya itu bermakna?
Tan Malaka menulis Madilog (Materialisme-Dialektika-Logika) untuk mengupayakan pentingnya cara berpikir yang baik, bukan untuk membangun semangat ideologis. Meskipun ditulis sebelum Indonesia merdeka, buku ini tetap relevan dibaca pada zaman sekarang untuk mendidik kita berpikir kritis dan inovatif.
Buku ini berkisar tentang pemikiran Benedict Anderson perihal bahasa. Dan itu bukan hanya bahasa Indonesia, melainkan pula bahasa secara umum, terutama peran bahasa dalam kebangkitan nasionalisme, baik itu di Eropa maupun di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Filipina. Di sinilah muncul gagasan untuk menulis satu bab khusus tentang bagaimana persisnya dasar-dasar pemikiran Anderson tentang bahasa. Maka lahirlah bab berjudul “Bahasa bagi Benedict Anderson,” yang diharapkan bisa memberi arah pada tiga bab berikut yang mengembangkan lebih lanjut gagasan Anderson ini.
- 2% off!
Yogyakarta, 1850. Isah adalah putri pembatik di lingkungan keraton, anak luar nikah seorang bupati yang tidak pernah mengakui ibu Isah sebagai selir resmi. Akibatnya, Isah menempati posisi sosial yang serba salah: dia berbeda dari orang awam di luar lingkungan keraton, tetapi dia juga mendapati diri berada di lapisan bawah dari hierarki ketat dunia keraton. Dengan akal dan tekadnya yang kuat, Isah berusaha merebut takdirnya sendiri dengan kabur dan menjadi nyai seorang perwira Belanda. Namun realitas dunia kolonial ternyata juga tak seperti yang diangankan oleh impian naif masa mudanya. Novel sejarah yang memukau tentang pencarian posisi, hasrat, dan identitas di Hindia Belanda akhir abad ke-19.
Catatan dari Bawah Tanah adalah novel Dostoevsky yang paling revolusioner. Salah satu karakter yang paling luar biasa dalam sastra, narator yang tidak disebutkan namanya ini adalah mantan pegawai yang dengan tegas menarik diri ke kehidupan bawah tanah. Dalam pengasingan penuh dari masyarakat, dia menulis narasi yang penuh gairah, obsesif, kontradiktif yang berfungsi sebagai serangan yang menghancurkan utopianisme sosial dan penegasan tentang sifat manusia yang pada dasarnya tidak rasional.
Ilan Pappé, sejarawan dan penulis termuka asal Israel, membongkar akar historis penjajahan dan kekerasan sistematis terhadap rakyat Palestina dalam buku penting ini. Dari awal kolonisasi Zionis hingga genosida di Gaza hari ini, Sejarah Ringkas Penjajahan Israel atas Palestina menghadirkan narasi jernih dan berani melawan kebohongan resmi.
Dilengkapi pengantar dari Vijay Prashad, buku ini bukan hanya untuk dibaca—melainkan untuk dipakai dalam perjuangan menuju keadilan.
Perdebatan dasar negara antara golongan Islam dan golongan Nasionalis Netral Agama sama tuanya dengan umur Republik Indonesia. Perdebatan tersebut kembali mencuat saat pidato Presiden Sukarno di Amuntai pada 27 Januari 1953. Membuat beberapa kalangan, terutama Islam, mempersoalkan pidato tersebut. Buku Menyulut Api di Padang Ilalang ini meneroka beragam protes yang dilancarkan berbagai pihak di beberapa media massa kala itu dan menghadirkan beberapa aktor yang pernah hadir langsung saat pidato akbar Sukarno yang terkenal itu.
Sebelum dikenal sebagai gerakan politik, anarkisme lebih dulu dikenal sebagai gerakan moral, bahkan hingga hari ini. Para anarkis adalah orang-orang yang menjadikan nurani dan kebebasan mutlak sebagai pijakannya. Mereka tidak menoleransi gerakan yang berorientasi kekuasaan, karena bagi mereka keinginan berkuasa menjadi awal dominasi, manipulasi, dan eksploitasi satu kelompok atas kelompok lain.
Bila Anda masih menyamakan anarkisme dengan “aksi liar” dan “tindakan ugal-ugalan”, berarti Anda harus membaca buku ini! Agar tahu bahwa anarkisme bukan sekadar kekacauan tak berdasar, melainkan sebuah paham politik yang dalam sejarahnya mempunyai peran yang tidak kecil dalam memperjuangkan dunia yang lebih adil.
Jose telah lama mengubur masa lalunya—hingga suatu hari, seorang pemuda datang membawa pesan dari seseorang yang nyaris ia lupakan. Ali Mundini, mantan serdadu berpangkat kopral, lelaki yang merenggut segalanya dari Jose kecil. Invasi militer Indonesia ke Timor Timur telah memisahkan dirinya dari keluarga, menghanguskan kampung halamannya, dan menggiringnya ke kehidupan tanpa kepastian di tanah asing. Janji manis Ali tentang tempat tinggal dan pendidikan layak di Indonesia hanyalah omong kosong. Yang tersisa hanyalah luka batin dan keterasingan yang terus menghantui. Mampukah seorang korban perang menemukan kedamaian di antara reruntuhan kenangan? Ataukah luka lama memang tak pernah benar-benar bisa sembuh?
Memang, sejak saat itu hidup saya banyak berubah. Prioritas hidup saya berganti. Ada banyak hal yang harus saya pikirkan dan rancang ulang. Selanjutnya, saat bulan Agustus berganti jadi September 2019, status saya pun kontan berganti. Saya beralih dari status pegawai kantoran menjadi pengurus domestik di rumah. Ada hal-hal yang tak bisa saya dapat lagi seperti sebelumnya. Saya tak bisa lagi leluasa bertemu kawan dan kenalan di luar rumah kapanpun saya mau. Buku ini merupakan kumpulan surat untuk anak dari seorang ayah yang memilih tinggal di rumah dan mengambil wilayah domestik dengan penuh sadar.
Benarkah buku dan perpustakaan masih akan relevan di masa depan? Bagaimana kita menyikapi kehadiran ebook dan buku audio sebagai bentuk lain dari buku?
Neil Gaiman, Julian Baggini, dan Maggie Gram mengajak kita memikirkan asumsi-asumsi yang kita miliki tentang laku membaca dan pilihan membaca kita. “Seperti apa perpustakaan masa depan adalah sesuatu yang harus kita bayangkan sekarang.”
On the Jewish Question (Zur Judenfrage, 1843) adalah salah satu tulisan awal Karl Marx yang paling berpengaruh sekaligus kontroversial. Artikel ini awalnya merupakan kritik terhadap esai Bruno Bauer, namun berkembang menjadi refleksi tajam tentang hak individu, agama, masyarakat sipil, dan negara modern. […]
Vandana Shiva menjabarkan kedaruratan yang menghampar di depan kita semua: kepunahan, bencana iklim, dan krisis pangan global. Menolak menggunakan istilah antroposen yang membuat seakan-akan kondisi sekarang merupakan kesalahan semua umat manusia, Shiva dengan tegas menuding para pelakunya: korporasi pencemar, para miliarder, dan pemerintah yang tidak bertindak apa-apa.
[…] Jika dibanding berabad-abad sebelumnya, kepunahan sejak abad 20 menjadi yang terbesar. Para peneliti umumnya setuju bahwa tingkat kepunahan saat ini sebagai bencana yang mengerikan, dimana bumi kehilangan sekitar seratus spesies setiap harinya. Kepunahan tanpa henti ini, menurut Ashley Dawson, tidak disebabkan oleh semua manusia. Akan tetapi didorong oleh segelintir pemodal raksasa, yang merampas hak milik bersama, seperti tanah, udara, air, flora, dan fauna, demi kepentingan akumulasi kekayaan pribadi. Serangan ini berawal dari kebutuhan imanen kapital untuk berkembang tanpa henti ke semua bidang kehidupan. […]
Buku terjemahan Perihal Membangun Komunitas Manusia yang Berbagi Masa Depan karya Xi Jinping menghadirkan visi luar biasa tentang dunia yang harmonis dan saling terhubung. Mengumpulkan 85 artikel dan pidato sejak 2012, karya ini menguraikan gagasan monumental Presiden Tiongkok tentang komunitas global yang berlandaskan perdamaian, keadilan, dan kemakmuran bersama.
[…]
Karya ini menginspirasi langkah menuju masa depan yang lebih harmonis dan sejahtera.
Buku ini tidak sedang bergumam tentang cara menjadi individu sukses ala masyarakat kapitalis. Bukan pula untuk memotivasi Anda agar menjadi pribadi gilang-gemilang tetapi apolitis terhadap berbagai persoalan struktural yang ada di sekitar.
Dalam pamflet ini, Mike Davis menekankan bahwa “hal mustahil”, seperti keadilan sosial, sejatinya sangat mungkin dicapai. Cara realistis untuk sampai ke sana adalah dengan berjuang secara telaten, disiplin, dan tak kenal lelah. Davis menunjukkan perkembangan metode gerakan yang patut ditiru, yaitu Occupy Wall Street. Bagi Davis, kita sebagai 99%, sudah seharusnya berdaulat atas ekonomi dan politik agar tidak dikuasai oleh 1%, yaitu kaum elite.



















