Oleh Rahmat MRH*
Mijn oom dood in de oorlog
hij is al capitein
dat wil ik ook wel wijzen
dat wil ik ook wel wijzen
maar ik ben nu noch te klein…
Membaca judulnya, Setan van Oyot, pasti sudah dapat membuat calon pembaca menerka-nerka bahwa novel tersebut akan dikisahkan dengan latar di masa kolonialisme Belanda. Dan ya, demikian ia dikisahkan dengan dibuka oleh celoteh Pak Kromo dan istrinya yang membuat ramai halaman awal.
Mulanya, saya cukup yakin bahwa novel ini akan berkisah di sekitaran kehidupan putri Pak Kromo (Tinah).1 Namun keyakinan saya itu dijawab dengan baik oleh sang penulis novel dengan menghadirkan tokoh-tokoh yang merebut perhatian saya dari Tinah.
Ada berbagai tokoh yang digambarkan dengan cukup nyata. Semuanya adalah tokoh utama sekaligus figuran berdasarkan sorotan yang sedang terjadi. Lihat saja ketika Djokolelono, penulis novel ini, menggambarkan tingkah laku Trimo dan Bejo sehingga saya bisa sangat akrab dengan mereka. Kemudian bagaimana saya, sebagai pembaca, dibuat menjadi salah satu penduduk Wlingi yang ikut terpana oleh kecantikan Zus Kesi2 ataupun sebagai buruh perkebunan coklat yang kagum dengan kesigapan Non Tatit Ing Nio3. Atau sebagai Zus Kesi yang gemas dan jijik terhadap tingkah laku Ndoro Sinder.4 Menurut saya, hampir tak ada hal yang dilebih-lebihkan dalam penggambaran tokoh, semuanya mengalir alami. Termasuk watak beberapa tokoh yang juga manusiawi.
Di sisi lain, saya tidak merekomendasikan untuk membaca novel ini, bagi Anda yang tidak mau disibukkan mencari arti dari istilah, kalimat atau gambaran sebuah tempat. Karena akan ada banyak hal yang memang, tidak dijelaskan secara detail (sebenarnya ini soal sederhana, hanya saja mungkin saya yang ingin mendapatkan cerita lebih dalam). Hal itu membuat saya harus ditemani dengan smartphone jika sewaktu-waktu harus melihat arti sebuah kalimat atau ingin melihat gambaran lebih nyata. Misalnya tentang bagaimana bentuk Kamar Bola, arti dari kalimat dalam bahasa Jawa, Madura, dan Belanda. Atau tentang bagaimana saya bisa mendapatkan gambaran kompleks pabrik dan perkebunan coklat milik ayah Non Tatit yang dilukiskan bagai contekan Giethoorn, yakni sebuah kota di Provinsi Overijssel, Belanda. Namun, terlepas dari itu semua, tak ada larangan bagi Anda untuk membacanya.
Setan van Oyot sendiri adalah nama yang diberikan oleh Meneer Cornelis5 kepada Kiyai Oyot yang, juga merupakan nama pemberian (kali ini oleh rakyat Wlingi) untuk menyebut pohon beringin raksasa yang dikeramatkan. Sebenarnya tak ada persoalan dengan pohon tersebut. Bahkan ia dan penunggunya (jika pun ada) tak mengganggu kehidupan penduduk Wlingi. Malah sebaliknya, ia dipercaya banyak menolong penduduk yang meminta sesuatu kepadanya. Persoalan baru terjadi ketika ia tidak sengaja berada di dekat Kamar Bola. Padahal ia telah bertahun-tahun berada di situ, dan baru kali ini ia dipermasalahkan karena keberadaanya itu6. Dari sini, pembaca akan diajak melihat bagaimana satu peristiwa terjadi karena peristiwa lainnya dan memiliki pengaruh (berakibat) ke peristiwa lain selanjutnya. Semuanya saling berkaitan. Baik tentang bagaimana proses keberuntungan seseorang setelah meminta sesuatu kepada Kiyai Oyot, atau tentang bagaimana kesialan orang-orang yang mencoba ingin membunuh Kiyai Oyot. Dan ini mengingatkan saya akan konsepsi materialisme sejarah.
Kita juga akan dibuat penasaran oleh aktivitas politik Tosin dan Tokid disela-sela pekerjaanya sebagai tukang sate7. Hal itu membuat Anda, atau mungkin hanya saya, dipaksa untuk membaca/mengingat—ulang—sejarah keterlibatan gerakan kiri dalam perjuangan kemerdekaan. Atau justru Anda akan dibuat masuk menjadi tokoh Thijs, seorang Belanda yang rendah hati dan, saya sedikit yakin bahwa ia (Thijs) tidak merasa bahwa kerajaanya menjajah bangsa lain. Sama dengan keyakinan saudara-saudara saya yang merasa negaranya tidak sedang menjajah bangsa lain saat ini. Thijs juga mengingatkan saya dengan Henk Sneevliet walaupun kisah hidup mereka jelas berbeda.
Begitulah beberapa tokoh dalam novel ini, akan dikisahkan dengan kehidupan dan jalan hidup masing-masing. Baik oleh penulis ataupun oleh kita setelah rampung membaca. Mbah Benjol yang entah ia jadi meninggalkan Wlingi atau tidak, Topo yang tidak diketahui bagaimana nasibnya setelah ditangkap. Atau Tinah yang mungkin akan menjadi the next Zus Kesi.
∗∗∗
Novel ini ditutup dengan cukup epik. Mungkin beberapa pembaca kurang puas. Tapi saya sendiri, cukup puas dengannya. Karena, hemat saya, begitulah kehidupan yang sebenarnya. Terkadang tidak sesuai dengan harapan kita (pembaca). Namun, sebagai tokoh (pelaku) terkadang kita tak dapat melakukan banyak hal. Penghakiman kita kepada Ndoro Sinder mungkin tak ada gunanya jika ia telah selesai. Namun pelajaran darinya akan terus mengalir.
Sebagai penutup mini review ini, saya sedikit mengutip apa yang disampaikan Djokolelono lewat tokoh Babah Emas; “Kemurahan hati terbesar adalah membebaskan diri dari segala keterikatan”. Boleh saja Anda berandai-andai bisa mengikatkan perhatian (baca: menyimak) ke kehidupan Ing Nio yang akan menjelajah bebas ke Eropa, ke Giethoorn yang asli. Tapi bagaimana dengan kehidupan para buruh (pabrik dan tani) yang terikat di Giethoorn (baik yang contekan ataupaun yang asal). Beranikah Anda menyimaknya? Ya, Kita [memang] masih kecil8.
Baca buku terkait
- 4% off!
Catatan
- Lihat Djokolelono, 2019. Setan van Oyot. Tangerang Selatan: Marjin Kiri. Hal. 14.
- Djokolelono, Setan van Oyot. Hal 50-53.
- Djokolelono, Setan van Oyot. Hal 86-90.
- Djokolelono, Setan van Oyot. Hal 59-66.
- Djokolelono, Setan van Oyot. Hal 148.
- Jika disimak, yang pertama kali mempermasalahkan Kiyai Oyot adalah Ndoro Sinder, sehingga apa yang terjadi padanya dan istrinya pun dianggap tulah dari Kiyai Oyot. Lihat Djokolelono, Setan van Oyot. Hal 8.
- Djokolelono, Setan van Oyot. Hal 119-130, 143-145.
- Djokolelono, Setan van Oyot. Hal 293.
3 Comments
Join the discussion and tell us your opinion.
Hi, this is a comment.
To get started with moderating, editing, and deleting comments, please visit the Comments screen in the dashboard.
Commenter avatars come from Gravatar.
My brother suggested I might like this blog He was totally right This post actually made my day You can not imagine simply how much time I had spent for this info Thanks
Your writing has a way of resonating with me on a deep level. I appreciate the honesty and authenticity you bring to every post. Thank you for sharing your journey with us.