Description
“Sebelum revolusi, dia calon rahib. Selama revolusi, dia komandan kompi. Diakhir revolusi, dia algojo berdarah dingin. Sesudah revolusi, dia masuk rumah sakit jiwa!”
Pembukaan novel yang mencekam seperti itu, sampai dengan tahun 1960 silam, merupakan pembukaan novel yang khas milik Iwan Simatupang. Pembukaan novel yang padat, penuh dengan pandangan-pandangan hidupnya. Ini juga yang menjadi dasar konsep penulisan kesustraannya yang sarat dengan personifikasi teori eksistensialisme.
Novel yang mulai ditulis 18 Maret 1961 hingga 9 September 1961, menampilkan Tokoh kita. Yang dengan kesadarannya bergelimang pada nilai-nilai irasionalisme, kesadaran pada nilai-nilai ‘gelandangannya’, tak jelas mana makna dan realitas. Hingga akhirnya terbiasa menjadi manusia-manusia kalah dalam usaha memahami apa sebenarnya hakikat hidup ini.
- Merahnya Merah dianggap sebagai novel pertama di indonesia yang membawa semangat eksistensialisme, melalui tokoh utamanya yang hidup dalam keterasingan, mempertanyakan nilai, makna hidup, dan realitas sosial;
- Tokoh utama dalam novel ini disebut “Tokoh Kita”—tanpa nama jelas. iwan simatupang melakukan pendekatan universalitas manusia modern, yang terputus dari struktur sosial dan pencarian jati diri;
- Berbeda dari novel Indonesia era 60-an lainnya, Merahnya Merah menggunakan struktur naratif yang tidak konvensional: tidak linier, penuh kilas balik, dan puitik.
Novel ini menyuarakan kritik sosial tajam, terutama terhadap relasi kuasa, struktur birokrasi, dan kelas sosial. iwan simatupang mengemasnya dengan satire halus yang menggugah, bukan menggurui; - Merahnya Merah kini menjadi teks penting dalam studi sastra indonesia karena pendekatannya yang khas dan sarat pembacaan multidisipliner (sastra, filsafat, dan antropologi).