Hari Jum’at, 16 Juni 2023
Pukul 19:30 s/d Selesai
Bertempat di Warung Semeru Kopi.
Dipantik oleh M. Rahmat Hidayatulloh dan dimoderatori oleh Wendy Lesmana
Lokasi acara (dalam peta):
Kita ini buruh atau pekerja? Apapun pilihan jawaban kita, hal itu tidak akan mengubah kenyataan bahwa kedua kata itu memiliki arti dan nasib yang sama; yaitu tenaga kerja yang bekerja di dalam hubungan kerja dan mendapat upah dari pemberi kerja/majikan. Sedang menurut Marx, tenaga kerja ialah curahan otak, syaraf, otot, dan organ-organ indera manusia (Capital: A Critique Of Political Economy: Volume One). Itu artinya, jika kita karyawan, pegawai, dosen, petani, tutor, buruh jahit, kurir, dan profesi lainnya, selama mendapat upah dari pemberi kerja, kita ini buruh. Dan sebutan halus “Pekerja” bagimu tidak akan pernah mengubah esensi dari relasi di hadapan kapital.
Nah, berbicara tentang kita-kita ini (baca: pekerja), wacana yang dominan dalam studi-studi, dan diskusi-diskusi seringkali lebih condong membahas relasi di luar kapital, dan hanya berfokus pada hubungan antara pekerja dan negara. Mendapati realitas medan diskursus tentang pekerja yang demikian, syukurlah buku “Kelas Pekerja dan Kapital di Indonesia” mampu memberikan tawaran perspektif alternatif perihal relasi pekerja; yaitu hubungannya langsung dengan kapital. Tentu, studi-studi seperti ini yang terhitung relatif tidak domininan, sedikit banyak barang tentu telah memberikan kontribusi bagi pemahaman kita dalam memandang realitas seputar relasi pekerja.***
Dulur-dulur,
sadar atau tidak, seringkali kita ini bias dalam membuat gambaran tentang pekerja atau buruh. Buruh tani, buruh jahit, kuli bangunan, buruh migran, kurir, dan pekerja informal lainnya, cenderung lebih sering absen dalam bayangan kita ketika membahas pekerja. Pun, ketika berbicara petani yang notabenenya dekat dengan kehidupan kita sehari-hari di desa, perspektif kita seringkali kabur. Kita memandang petani seolah-olah homogen. Beruntung, walau buku “Kelas Pekerja dan Kapital di Indonesia” hanya sebagai tinjauan awal, namun buku ini cukup berhasil dalam upayanya membongkar mitos-mitos perihal relasi pekerja yang telah ajeg sekian lama di fikiran kita.
Buku ini memiliki daya wacana yang akurat, detail, dan dekat dengan kita. Oleh karenanya, kami menganggap bahwa buku ini sangat layak untuk dibaca, dibicarakan maupun didiskusikan oleh semua kalangan. Maka dari itu, ijinkan kami mengundang dulur-dulur semua untuk berbagi perspektif dan pengalaman masing-masing dalam obrolan warung kopi, sambil membicarakan buku “Kelas Pekerja dan Kapital di Indonesia”.