Description
Jurnalisme yang disodorkan Linda lewat 17 tulisan bukanlah jurnalisme biasa. Hikayat Kebo tidak dibuat dengan model soft-news. Linda bahkan mengolahnya jauh dari sekadar feature. Dia menggunakan teknik bertutur fiksi, dengan bahan fakta dan peristiwa, atau dikenal dengan jurnalisme sastra.
***
Review
Seperti sikapnya dalam sastra, dia menjadikan jurnalisme sebagai karnaval orang-orang pinggiran, yang menggugat pusat kekuasaan.
– Nezar Patria, Pemimpin Redaksi The Jakarta Post
Hikayat Kebo tidak sekadar sindiran norak terhadap sejumlah peristiwa penting yang terjadi di negeri ini, tetapi lebih dari itu merupakan tonggak dalam perkembangan genre yang meleburkan cerita ke berita, atau sebaliknya. Praktis tidak ada ‘jarak’ antara berita dan cerita kecuali huruf ‘b’ dan ‘c’ yang mengawali dua kata itu. Itu sebabnya buku ini wajib kita baca dengan cermat dan cerdik.
– Sapardi Djoko Damono, Sastrawan
Melampaui sebuah utopia, sang penulis Hikayat Kebo juga memotret ketimpangan sosial di suatu locus dan tempus yang kerap diklaim sebagai era kemakmuran: Orde Baru. Lebih dari sekadar berkisah, ia secara lugas lalu memfalsifikasi narasi kejayaan masa lalu. Lebih dari itu, ia memprotesnya. Dengan memotret sosok penyair kerakyatan bernama Wiji Thukul, ia memperlihatkan jejak-jejak pemegang kuasa yang terus menyalahgunakan kepercayaan rakyat demi keserakahan diri, keluarga dan kroninya.
– Usman Hamid, Direktur Amnesty International Indonesia